Wednesday, November 3, 2010

Sermon-Khotbah Ulangan 4:1-10, Minggu 7 Nopember 2010

KHOTBAH MINGGU 07 NOPEMBER 2010
Introitus: Amsal/Kuan-kuan 1:8,9; Pembacaan: II Yohanes 1:1-6
Khotbah: Ulangan 4:1-10
Thema :
Perintah Tuhan nampak melalui pengajaran
(Perintah Dibata teridah arah nehken pengajaren).
Pendahuluan
Musa adalah seorang tokoh yang sangat special. Pengalaman hidupnya dengan Allah sangat luar biasa. Sebagai nabi, Musa tidak hanya berkomunikasi secara langsung dengan Allah, tetapi Musa diperkenankan melihat banyangan Allah. Musa juga adalah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi (Ulangan 12:3). Sebagai pemimpin, Musa sangat bertanggungjawab dan pemaaf. Juga, walaupun Musa telah mengetahui bahwa Allah tidak memperkenanakannya masuk tanah Kanan, tidak membuat Musa kehilangan gairah dalam melakukan tugasnya sebagai pemimpin sampai akhir hidupnya. Hal ini disaksikan dalam kitab-kitab Musa, khususnya kitab Ulangan yang menjadi bagian nas khotbah minggu ini. Dalam kitab Ulangan dikisahkan sebelum musa mati dan sebelum menyerahkan kepemimpinan kepada Yosua untuk penaklukan Kanaan, Musa memberikan nasehat atau pengajaran tentang apa yang perlu diperhatikan dan dilakukan sebagai umat Allah setelah nantinya mereka masuk ke tanah perjanjian, yakni agar: (1) tidak melupakan perbuatan-perbuatan perkasa dan janji-janji Allah, (2) tetap beriman an taat, (3) hidup dalam penyerahan diri untuk takut kepada Tuhan, hidup dalam kehendakNya, serta mengasihi dan menghormati Dia dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan mereka.

Pendalman Nas
Nas khotbah kita minggu ini berisi nasehat atau pengajaran Musa kepada bangsa Israel. Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) membuat judul perikop ini “Musa menasehati bangsa itu memlihara hukum Allah (Karo: Isuruh Musa bangsa Israel gelah patuh man undang-undang Dibata). Nas kita dimulai dengan perkataan Musa: “maka sekarang….”. Ini menunjukkan tindakan yang harus diambil pada masa kininya, atau tanggapan yang patut terhadap hal-hal yang baru diceritakan Musa. Tanggapan tersebut bisa positif (setuju dan dilakukan) mapun negatif (tidak setuju dan tidak dilakukan). Itu terserah kepada masing-masing umat Israel, yang jelas sebagaimana dinyakini Musa bahwa barangsiapa melakukan pengajaran yang disampaikannya, yakni hidup patuh melakukan ketetapan dan peraturan Hukum Allah (“hoq” dan “misypat” = petunjuk tegas yang berasal dari Tuhan)[1] ia akan hidup (supaya hidup). Yang dimaksud di sini suatu hidup yang bahagia karena diatur menurut petunjuk-petunjuk Tuhan dan dalam persekutuan dengan Dia[2]. Lebih jauh dapat juga dipahami sebagai hidup kekal, sebab tiap Firman Tuhan adalah “roti hidup” (Ulangan 8:3), dan FirmanNya menunjukkan jalan ke hidup yang kekal[3]. Pengertian ini mengandung dua aspek: pertama, “hidup” adalah lawan “maut”. Itu berarti bahwa taat kepada Tuhan adalah jalan untuk mencegah ancaman maut. Bagi mereka yang sudah mendengar Firman Tuhan serta panggilannya, tidak ada lagi jalan netral. Mereka harus memilih antara hidup dan maut . Kedua, hidup menunjuk suatu gairah semangat dan nikmat dalam eksistensi manusia. Hidup adalah lawan kelesuan. Perhatian terhadap Firman Allah mengantar kepada kelimpahan dan berkat[4].

Untuk menekankan pentingnya memelihara hukum Allah, Musa lebih jauh mengingatkan umat Israel agar:
  1. tidak menambahi dan mengurangi (ayat 2). Larangan ini untuk mendesak supaya bangsa Israel sungguh-sungguh menghargai Firman Tuhan yang disampaikan dalam kitab Ulangan. Hal ini penting agar jangan sampai ada bagian-bagiannya yang diabaikan atau yang ditonjolkan secara berat sebelah menurut selera manusia saja, melainkan sebaliknya, selera manusia menjadi terbentuk sesuai dengan apa yang tercantum dalam Firman itu.
  2. Mengingat perbuatan Allah terhadap Baal-Peor (ayat 3). Cerita ini cukup terkenal bagi umat Israel sehingga tidak diulangi di sini. Musa merasa cukup di ingatkan saja sebagai contoh bahaya yang pasti menimpa bila bangsa Israel kurang menghargai perintah pokok yang berbunyi “jangan ada ilah lain di hadapanKu”[5].
  3. Menyadari dan bangga bahwa mereka mempunyai suatu kelebihan dibandingkan dengan bangsa tetangga. Kelebihan itu tidak lain berdasarkan anugrah, yaitu bahwa Tuhan telah memilih memberikan petunjuk-petunjuk yang akan mengatur seluruh hidup mereka (ayat 6, 8) menuju kebahagiaan dan kehidupan kekal.
Ponter Aplikasi
(1) Bisanya orang yang akan pergi merantau di beri nasehat oleh keluarka/sanak famili agar berhati-hati, pintar-pintar membawa diri atau menyesuaikan diri. Memang hal ini penting, tetapi bagi Musa yang paling penting adalah hidup berdasarkan ketetapan dan peraturan yang ditetapkan Allah. Itulah sebabnya mengapa Musa sangat menekankan nasehat ini kepada bangsa Israel yang nantinya akan masuk ke tanah Perjanjian. Walaupun itu tanah perjanjian, tidak berarti sepi dari tantangan, pencobaan yang bakal dihadapi umat. Maka untuk dapat tetap eksis (hidup), bangsa Israel harus mencamkan serta berani hidup berdasarkan ketetapan dan peraturan yang diajarkan Musa.
(2) Kepemimpinan Musa patutlah kita teladani, terlebih ditengah-tengah krisis kepemimpinan saat ini. Walaupun Allah menyatakan bahwa dia tidak akan masuk kenegeri kanaan, tidak mambuat Musa kendor semangat dalam menyampaikan pengajaran atau nasehat kepada umat Israel.
(3) Melalui thema, kita diingatkan bahwa salah satu panggilan dan tugas kita adalah (1) menjadi umat yang mau mendengar pengajaran yang disampaikan hambaNya. Dalam hal ini sebagaimana disebutkan dalam Amsal 1:8-9 (Introitus), hendaknya kita seperti seorang anak yang mendengarkan pengajaran orang tuanya, sebab pengajaran itu bila dilakukan akan membawa kebahagiaan; (2) mengajarkan tentang ketetapan dan peraturan Tuhan. Dalam hal ini berarti kita harus terlebih dahulu mengerti tentang hal itu dan melakukannya, seperti Musa. Tujuannya tidak lain, yakni memberikan bimbingan agar kehidupan keristen dibangunkan. Bukankah kita seharusnya saling membimbing dan saling menguatkan? Karena itu tugas panggilan ini sangat penting. Sebab pengajaran yang dilakukan akan menyebabkan bertambahnya pengetahuan, menyebabkan pengertian dan menyebabkan perubahan.
Pondok Gede, 01 Nopember 2010
Pdt.S.Brahmana
HP: 0816502242
Catatan Sermon
1) Sebagai orang percaya kitalah sumber pengajaran itu. Kita dipanggil untuk mengajarkan Firman Tuhan. Masalahnya ialah apakah kita sudah mempelajari sumber pengajaran itu dengan baik dan mengajarkannya kepada orang lain? Yang sering terjadi pengajar itu sendiri tidak sanggup melakukan pengajaran tersebut, mungkin itulah sebabnya mengapa penilaian banyak responden tentang kehadiran jemaat mengikuti kegiatan gereja menurun.
2) Pengajaran bukan sekedar kata-kata atau tiori, tetapi keteladanan (Bd. Pengogen). Kita harus seperti pribahasa Karo “bagi simperidi kuda” (seperti memandikan kuda). Kuda tidak akan mau dimandikan jikalau tidak ditarik kesungai, itu berarti yang memandikan kuda terlebih dahulu basah. Ini menunjukkan bahwa sipengajar terlebih dahulu mempraktekkan yang diajarkan tersebut. Dalam memberikan pengajaran, kita juga jangan seperti pancuran. Arah kita ngenca mentas lau e, la lit tading ibas kita. Artinya, kita memberi pengajaran bagaimana hidup sesuai dengan kehendak Tuhan, tetapi kita tidak mematuhi satu pun dari ajaran tersebut.
3) Dalam memberikan pengajaran, kita juga jangan seperti pancuran. Arah kita ngenca mentas lau e, la lit tading ibas kita. Artinya, kita memberi pengajaran bagaimana hidup sesuai dengan kehendak Tuhan, tetapi kita tidak mematuhi satu pun dari ajaran tersebut.
---------------------------------------
[1] Dr.I.J.Cairns, Tafsiran Alkitab Kitab Ulangan Pasal 1-11. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003, hal. 81.
[2] Bd. Ulangan 5:29; 6:24; 30:19; 32:47
[3] Matius 4:4; 19:17; Yohanes 6:63
[4] Ulangan 5:33; 32:47; Bd.Matius 4:4; Yohanes 10:10
[5] Mazmur 106:28; Hosea 9:10; Bilangan 31:15-16; Wahyu 2:14

Related Articles



0 comments :

Post a Comment