Friday, September 3, 2010

Sermon: Khotbah Kisah Rasul 10:28-34, Minggu 05 September 2010

Sermon Kasis tanggal 01 Septemeber 2010
KOTBAH MINGGU TANGAL 5 SEPTEMBER 2010
(14 Setelah Trinitatis)
---------------------------------------------------------------------------------------
Oleh : Pdt. Alexander Simanungkalit, S.Th (GBKP Bekasi)
Introitus: 1 Korinti 10:32; Pembacaan: Kejadian 21:22-34
Kotbah: Kisah Para Rasul 10:28-34
Tema:
Dihadapan Tuhan semua manusia adalah sama
(Ilebe-lebe Dibata manusia la erdobahen)
Pendahuluan
Kita sering mendengar bahkan merasakan hidup ditengah bangsa ini sebagai orang Kristen cenderung dipersulit. Kerukunan antar umat beragama dapat dikataken “semu”. Hal ini tentu dilihat dari fakta lapangan yang menunjukkan kerukunan itu hanya sebagai simbol belaka. Ada yang mengungkapkan bahwa orang Kristen “terlalu lemah/lembek” didalam interaksi/hubungennya dengan orang lain. Hukum alam seolah tetap berlaku : kelompok minoritas selalu berlaku lebih baik dari mayoritas untuk menjaga eksistensinya di komunitas masyarakat. Dengan kata lain orang Kristen melakukan kejujuran, rendah hati, menolong, mengasihi, mau mengalah dikarenakan hidup ditengah-tengah kelompok/komunitas yang mayoritas supaya dapat diterima/aman. Akan tetapi pada dasarnya melakukan perbuatan baik terhadap orang lain yang berbeda suku, budaya dan agama bagi orang Kristen bukan untuk keamanan hidupnya dilingkungannya tetapi karena itu adalah “hukum Tuhan” untuk hidup saling mengasihi.
Melalui renungen khotbah Minggu ini, kita dihantar untuk hidup sebagai orang Kristen ditengah-tengah masyarakat yang majemuk yang membuka diri terhadap orang lain sebagai wujud nyata kehidupan yang bermarturia/bersaksi. Orang kristen tidaklah hidup sebagai komunitas yang eksklusif yang hanya berpikir/hidup untuk dirinya saja/kelompok yang sama saja tapi hidup sebagai garam dan terang bagi orang lain sekalipun berbeda suku, budaya dan agama.
Penjelasen Nats (Kisah Para Rasul 10:28-34)
Bahan nats ini merupakan perjumpan Petrus dan Kornelius dirumah Kornelius. Kehadiran Petrus menjadi catatan untuk membuka mata Petrus dan Kornelius dan juga orang-orang yang berada dirumah Kornelius tentang siapakah manusia dihadapan Allah.
Pemahamen/pelajaren tentang Kornelius :
Kornelius adalah Komandan tentara Romawi yang bukan orang Jahudi. Pemahaman orang Jahudi pada saat itu bahwa orang Jahudi adalah bangsa pilihan Allah. Bagi orang Jahudi aturan yang diturunkan melalui Musa merupakan harga mati yang harus dilakukan. Semua undang-undang kehidupan termasuk agama dijaga dan diregenerasikan kepada keturunannya. Salah satu pemahaman tersebut adalah tentang keselamatan hanya milik bangsa pilihan (Jahudi) saja sedangkan yang lain adalah “kafir”. Ditengah-tengah pemahaman seperti ini muncullah Kornelius sebagai orang non Jahudi tetapi sangat dekat dan memahami bahkan melakukan aturan Jahudi dengan benar. Bahkan dialah yang selalu menolong orang Jahudi dari kesulitan hidup/kemiskinan. Sekalipun dia bukan orang Jahudi dan paham tentang pemahaman Jahudi tapi dia tidak membenci/memusuhi orang jahudi. Sebagai komandan tentara Romawi tentu dia punya kuasa untuk menyingkirkan Jahudi karena bukan sukunya, tapi tidak dilakukannya, tapi justru dia melindunginya di Keserea.[1] Ia juga adalah orang yang patuh dan rajin berdoa. Pemahaman dan perbuatan Kornelius ini menjadi renungen kepada kita tentang orang yang bukan bangsa pilihan tapi justru lebih benar menjalankan bagaimana seharusnya kehidupoan bangsa pilihan. Perbuatan baik yang selalu mengasihi yang dilakukan Kornelius menjadi alasan bagi Allah untuk menyempurnakan kasih Allah dalam karya keselamatan Yesus Kristus kepada Kornelius melalui ajaran keselamatan yang dibawa Petrus.
Pemahamen/pelajaren Tentang Petrus :
Petrus adalah orang yang dipakai Tuhan Allah untuk membawa kabar keselamatan. Kuasa Allah ada padanya didalam pelayanannya bahkan dicatat dia yang diberikan kuasa untuk membangkitkanmenghidupkan Tabita dari kematian (Kisah 9:36-43). Sekalipun di adalah orang yang diberi kuasa pelayanan yang luar biasa, tapi dia juga manusia biasa yang mempunyai keterbatasan. Pemahaman Petrus tentang keselamatan yang dibawa Kristus adalah hanya milik orang Jahudi saja, karena diluar itu adalah kafir. Pemahaman inilah yang kemudian diterangi oleh Allah melalui penglihatan ketika ia hendak berdoa dan makan pada saat ia termenung, penglihatan itu berulang sampai 3 kali.[2] Penglihatan inilah yang menjadiken Petrus mampu membuka mata pemahaman baru untuk melakukan pelayanan pekabaran injil bagi orang lain/non Jahudi sekaligus keluar dari belenggu tradisi kejahudiannya yang mengikatnya selama ini. Kehadiran Petrus kerumah Kornelius dan setelah Kornelius menceritakan penyebab Petrus diundang kerumahnya menghadirkan paradigma baru : “dihadapan Allah semua manusia adalah sama”.[3]

Aplikasi pointer untuk perenungan :[4]
1) Didalam kehidupan kita penghargaan, saling menghormati cenderung semakin terkikis. Dimulai didalam suatu kelompok/komunitas yang sama, antar denominasi gereja apalagi antar agama yang semuanya cenderung bermuara terjadinya gap bahkan konflik. Didalam kemajemukan tersebut diperlukan pemahaman tentang Allah yang Universal bagi manusia.
2) Allah mengenal siapa kita termasuk apa yang kita lakukan bahkan pikirkan sekalipun. Tidak ada hak kita untuk menghakimi siapapun bahkan menolak untuk mengasihinya, karena kasih Allah dinyatakan bagi manusia dan dunia ini.
3) Sebagai orang Kristen benar kita mengimani sebagai pilihan Allah, akan tetapi bukan membawa sikap hidup yang eksklusif ditengah-tengah kehidupan ini akan tetapi membuka diri untuk mengasihi sesama manusia.
4) Menjadi orang Kristen harus mampu menempatkan diri sebagai garam dan terang didalam kehidupan masyarakat yang majemuk.
5) Didalam perbedaan diperlukan sikap saling menghormati dan menghargai serta tetap mencintai perdamaian sebagai aplikasi kehidupan orang beriman (lihat Abimelek dan Abraham yang dapat menyelesaikan perbedaan dan persoalan dengan baik dengan penuh kedamaian (Bacaan)
6) Perubahan pola pikir Petrus membawa kita melihat pekabaran injil GBKP bukan hanya untuk orang karo saja tapi untuk semua umat manusia. Hal ini dikarenakan tradisi selama ini penginjilan GBKP hanya untuk orang karo saja diperlukan sikap penginjilan keluar sebagai wujud nyata amanat Agung Tuhan Yesus.
7) Contoh kongkrit : Dalam pelayanan diakonia gereja untuk kunjungan orang sakit masih dilayani sebatas anggotanya saja, Mengapa pasien yang disebelahnya tidak diikutsertakan minimal didoakan ? Apakah pemahaman kita hanya melayani untuk anggota saja ? renungkanlah.... (ini masih didalam komunitas kita.... bagaimana lagi dengan yang keluar.... Masih begitu banyak yang harus direnungkan untuk kita lakukan. Yang pasti.... Dihadapan Tuhan semua manusia adalah sama... Kasihilah umat manusia karena Allah telah mengasihi kita.
8) Bagi orang Kristen : didalam kehidupan ini bersaksi tentang Kristus dan menghadirkan Kristus di dunia ini : ubi ecclesia ibi cristi. Bersaksi tentang Kristus adalah iman... imanilah, menghadirkan Kristus didunia ini : kasih....Kasihilah.
------------------------------------------------------------------
[1] Bagi orang-orang Yahudi, nama Kaisarea, gaya bangunan kota, tempat kediaman gubernur Romawi, dan markas besar militer, melam­bang­kan dominasi politik dan kultural dari kuasa kafir. Kor­nelius adalah wakil kekuasaan Romawi.
[2] Penglihatan Petrus : Dia melihat langit terbuka dan turunlah kain/bungkusen yang di dalamnya terdapat pelbagai jenis binatang berkaki empat, binatang menjalar dan burung. Kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata: "Bangunlah, hai Petrus, sembelihlah dan makanlah!" Tetapi Petrus menjawab: "Tidak, Tuhan, tidak, sebab aku belum pernah makan sesuatu yang haram dan yang tidak tahir." Kemudian suara Tuhan yang berkata kepadanya: "Apa yang dinyatakan halal oleh Allah, tidak boleh engkau nyatakan haram. Hal ini berlangsung sampai 3 kali (Kisah Rasul. 10:9-18).
[3] Ketika masuk ke rumahnya, ia menjelaskan norma yang menjaga identitas umat Allah: "Kamu tahu, betapa kerasnya larangan bagi seorang Yahudi untuk bergaul dengan orang-orang yang bukan Yahudi atau masuk ke rumah mereka” (10:28). Menurut paham Farisi, memasuki rumah orang yang tidak memenuhi tuntutan ritual, apalagi makan dengan mereka, berarti ia kehilangan kesuciannya, yang ha­nya dapat dipulihkan lewat upacara pentahiran. Tetapi, sekarang Petrus memiliki keyakin­an baru: ”Allah telah menunjukkan kepa­daku, bah­wa aku tidak boleh menyebut orang najis atau tidak tahir.” Di sini dikemukakan suatu perubahan total dalam kriteria yang menentukan partisipasi dalam umat Allah. Selanjutnya berbicara tentang perkenanan Allah ‑ tanpa membeda-bedakan ‑ terhadap ”setiap orang dari bangsa mana­pun yang takut akan Dia dan mengamalkan kebenaran” (10:35). Ke­ter­bukaan yang melampaui batas Israel tampak lagi dalam penyataan akhir pemberitaan Injil: ”siapa saja yang percaya kepada Yesus akan mendapat pengampunan dosa oleh karena nama-Nya” (10:43). Un­dangan terbuka yang melampaui batas etnis dan ritual ini dibenarkan oleh ”turunnya Roh Kudus ke atas semua orang yang mendengarkan pemberitaan itu” (10:44). Semuanya itu digarisbawahi sekali lagi dengan adanya laporan Petrus di Yerusalem (Kis. 11:1-18).
[4] Dalam konteks kita yang multiagama sangat penting diperha­tikan bagaimana cerita tentang ”pertobatan Kornelius” ini pertama-tama sebagai suatu cerita transformasi Petrus. Dalam perjumpaan ini,:
  1. Mata Petrus dibuka untuk aspek yang selama ini terlupakan, yakni belas kasih Allah terhadap semua manusia yang mencari Dia dengan tulus. Dalam perjumpaan dengan orang-orang yang memiliki agama dan kebudayaan lain, paham kita akan Injil dan siapa yang termasuk umat Allah, diubah.
  2. Orang yang berbeda kebudaya­an diterima bersama kebudayaannya dan tidak diasingkan dan dipi­sahkan dari lingkungannya sendiri sebelum dapat mengambil bagian dalam umat Allah.
  3. Pendobrakan batas-batas umumnya mu­dah terjadi di bagian periferi, tetapi di sini hal itu terjadi pada orang pusat. Apabila orang yang berwenang dalam jemaat terbuka terhadap tanda-tanda yang diberikan Allah, maka akan menjadi jelas kapan dan bagaimana kriteria penerimaan perlu disesuaikan. Dengan keter­bukaan dan kerelaan untuk berubah dari kedua belah pihak, dialog antar agama akan menjadi mungkin dan subur.

Related Articles



0 comments :

Post a Comment